
Singaraja, 16 Juli 2025 – Tidak hanya pengetahuan, tetapi juga ketulusan dan dedikasi yang menjadi sorotan dalam kegiatan Praktisi Mengajar pada Mata Kuliah Pendidikan Inklusi kelas C dan D di Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Kegiatan ini menghadirkan Luh Susi Ariyanti, S.Pd., guru berpengalaman dari SLB Negeri 3 Denpasar, yang telah mendedikasikan diri dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Dalam perkuliahan yang penuh kehangatan dan kedalaman makna, Luh Susi Ariyanti membagikan pengalaman nyata dan reflektif selama bertahun-tahun mendampingi siswa-siswi dengan beragam hambatan, baik intelektual, fisik, maupun emosi. Ia tidak hanya menyampaikan pendekatan teknis pengajaran, namun juga menggambarkan nilai-nilai kemanusiaan yang tumbuh dalam relasi antara guru dan siswa di SLB.
“Mengajar di SLB bukan soal memberikan materi, tapi soal menemani setiap langkah kecil kemajuan anak-anak dengan sepenuh hati,” ucap beliau dengan suara lembut yang menyentuh seluruh peserta kelas.
Dalam sesi ini, beliau menjelaskan strategi pembelajaran yang fleksibel, termasuk penerapan metode task analysis, penggunaan media multisensori, serta pemanfaatan sumber belajar sederhana namun bermakna, seperti benda konkret di sekitar siswa dan cerita bergambar dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Luh Susi Ariyanti juga membagikan tips dan trik menghadapi tantangan harian bersama anak-anak berkebutuhan khusus, seperti:
- mengenali “tanda bahaya” sebelum anak meltdown,
- membangun rutinitas yang konsisten namun tetap menyenangkan,
- menyisipkan afirmasi verbal dan pelukan sebagai bentuk penguatan positif,
- serta menjalin komunikasi yang kuat dengan orang tua sebagai mitra pengasuhan.
Namun, lebih dari sekadar strategi, ia menekankan bahwa pendidikan inklusi sejati tidak akan pernah berhasil tanpa hati yang mau memahami dan merangkul perbedaan.
Mahasiswa tampak tersentuh dan terinspirasi, banyak dari mereka yang mengakui bahwa sesi ini membuka perspektif baru tentang makna menjadi pendidik. Suasana menjadi haru saat beliau menutup perkuliahan dengan cerita tentang salah satu siswanya yang berhasil menulis dan membaca setelah bertahun-tahun hanya menatap kosong.
Dosen pengampu mata kuliah menyampaikan rasa syukur dan kekaguman atas pengalaman dan nilai-nilai kehidupan yang dibawa oleh narasumber.
“Apa yang Ibu Susi bagikan hari ini bukan hanya pelajaran pedagogik, tapi juga pelajaran hidup. Ketulusan itu tidak bisa diajarkan lewat buku, tapi hari ini kita semua merasakannya secara nyata,” ucapnya dalam penutupan.
Dengan menghadirkan sosok seperti Luh Susi Ariyanti, Program Studi Pendidikan Sejarah berkomitmen untuk membentuk calon pendidik yang tidak hanya cakap secara akademik, tetapi juga berjiwa empatik, sabar, dan tulus dalam mendampingi setiap anak tumbuh sesuai potensinya.